Aku adalah salah satu anak di dunia yang mungkin nggak terlalu dekat dengan Bapaknya. Ya, Bapakku memang termasuk orang yang keras dalam mendidik anak-anaknya. Setiap kali Bapak membantuku mengerjakan PR waktu SD, tak jarang aku selalu menangis karena sering dimarahi.

Berbicara saja mungkin bisa dihitung, jarang banget ada obrolan panjang antara aku dan Bapak. Sejak kuliah aku sudah menjadi anak rantau, Bapakku menitipkanku pada adik kandungnya di Jogja yang notabene adalah salah satu dosen di kampusku.

Aku menulis artikel ini karena mungkin aku rindu dengan Bapak, atau Bapak yang rindu denganku karena aku sudah lama nggak pulang. Beliau hadir dalam mimpiku tadi malam sambil menangis terharu.

Cerita dalam mimpiku tersebut seolah-olah Bapakku berprofesi sebagai tukang becak di Kota Situbondo, dan aku menemuinya. Kalimat yang diucapkan Bapak dalam mimpiku yang masih ku ingat adalah seperti ini.

“Lho, ini Jovie anakku, kan? Ya Allah, kamu sudah besar, Nak.”

Lalu Bapakku mengayuh becaknya dan mengantarkanku pulang. Ya Allah siapa yang nggak nangis coba? Ternyata bangun tidur bantalku basah karena air mata.

Pekerja Keras

Bapakku yang ku kenal dari dulu adalah pekerja keras. Apa pun dilakukannya demi membahagiakan aku, adikku, dan mamaku. Berbagai macam profesi pernah dilakukannya, mulai dari pengrajin kerang, hingga saat ini berprofesi sebagai tukang servis.

Ya, saat ini aku adalah anak dari tukang servis, guys. Waktu aku sekolah dan kuliah, Bapak masih berprofesi sebagai pengrajin kerang yang memiliki sekitar 7 karyawan. Hasil karya dari kerang tersebut diekspor hingga ke Eropa.

Tapi itu dulu, sebelum relasi Bapakku di Bali dibunuh orang. Setelah relasi bapakku tersebut dibunuh oleh seseorang, maka usaha Bapakku lumpuh hingga akhirnya gulung tikar. Lalu, Bapakku memutar otak dan menjadi tukang servis agara tetap berpenghasilan.

Pintar dan Inovatif

Bapakku memang pintar dalam hal matematika, fisika, dan ilmu IPA lainnya. Beliau lulusan SD terbaik di Kecamatanku, SMP dan SMA terbaik di Kabupatenku. Sayangnya Bapak nggak melanjutkan kuliahnya.

Bapakku sempat kuliah di kampusku juga, namun hanya bertahan beberapa bulan saja, kemudian putus kuliah dan kembali ke kampung halaman.

Ku akui memang Bapakku pintar dalam ilmu IPA, sayangnya kepintaran IPA-nya hanya turun pada adikku saja. Selain pintar, Bapakku juga inovatif dalam hal apa pun. Pokoknya mah selalu ada ide, guys.

Sampai saat ini pun aku masih heran mengapa aku nggak terlalu dekat dengan Bapak. Apa karena aku trauma dengan didikannya waktu kecil? Bisa jadi sih, soalnya Mamaku juga berpikir demikian. Dibalik itu semua, Bapakku sangat menyayangiku. Diam-diam beliau selalu menanyakan kabarku melalui adikku. Terima kasih atas segalanya, Pak.

Aku sekolah dan kuliah berkat kerja keras Bapak. Semoga Allah SWT selalu memberikan rezeki, berkah, dan kesehatan buat Bapak. Aamiin. Mohon maaf aku belum bisa membahagiakan Bapak.

-The Story from your First Son-

(Jovie Candra Purnama)