Site icon Welcome

Dari Limbah Tak Berguna Jadi Berkah: Perjalanan Mengubah Styrofoam Bersama Budi Sugiarto

Tinggal di daerah tepi pantai itu membuat saya selalu mengelus dada. Bagaimana tidak, saya selalu melihat sampah berserakan di pantai. Entah sampah yang terbawa arus atau sampah pengunjung yang tidak bertanggungjawab. Cukup menyedihkan, memang. Dan salah satu sampah yang sering saya temui adalah styrofoam bekas makanan.

Sore itu, saya dan mahasiswa saya memutuskan untuk melakukan kegiatan bersih-bersih pantai. Mahasiswa saya juga antusias untuk menjaga kebersihan pantai demi masa depan bumi. Kami menyusuri pantai untuk memungut sampah yang mengotori pantai dan laut. Fokus kami adalah mengumpulkan sampah-sampah anorganik, salah satunya adalah styrofoam. Siapa lagi yang peduli dengan keberadaan sampah ini kalau bukan kita semua. Sampah yang kami hasilkan langsung disimpan di TPA khusus untuk dilakukan pengolahan.

fakta styrofoam

Styrofoam Jadi Ancaman

Kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga bumi ini. Bukan pemerintah daerah atau pusat, melainkan kita semua harus memiliki kesadaran terhadap sampah. Styrofoam, bahan ringan yang sering digunakan untuk membungkus makanan dan pelindung barang, ternyata menyimpan masalah besar.

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, butuh ratusan tahun agar styrofoam bisa terurai sempurna di alam. Lama sekali, bukan? Ketika dibakar, ia akan menghasilkan racun berbahaya. Ketika terbuang di laut, ia mengancam biota yang menelannya. Mari kita simak fakta berikut.

Sebagian besar masyarakat masih menganggap styrofoam sebagai benda sepele yang praktis dan murah, tanpa memikirkan dampak jangka panjangnya. Wadah makanan dari styrofoam digunakan setiap hari di warung, acara hajatan, hingga layanan pesan antar, lalu langsung dibuang begitu saja setelah sekali pakai.

Tak sedikit yang membakarnya untuk mengurangi volume sampah, tanpa menyadari bahwa asap hasil pembakarannya mengandung zat beracun seperti stirena dan benzena. Kebiasaan ini mencerminkan rendahnya kesadaran akan bahaya limbah anorganik, serta minimnya edukasi tentang alternatif kemasan ramah lingkungan yang lebih aman bagi bumi.

Saya sendiri dulu tidak terlalu peduli. Setelah membeli makanan, wadah styrofoam langsung saya buang tanpa pikir panjang. Tapi semua berubah saat melihat tumpukan limbah yang terus menumpuk dan mendengar kisah Budi Sugiarto, orang yang justru melihat harapan dari benda yang dianggap tak berguna itu.

Sosok Inspiratif: Budi Sugiarto

Budi Sugiarto, merupakan warga biasa yang gelisah ketika melihat gunungan sampah di lingkungannya. Dari keresahan itulah, ia mulai bereksperimen mengolah limbah styrofoam.  Budi Sugiarto menciptakan berbagai produk daur ulang, mulai dari pot bunga, perabot rumah tangga, hingga bahan bangunan ringan yang ramah lingkungan.

Setiap butir styrofoam yang didaur ulang adalah bagian dari konsep ekonomi sirkular, di mana limbah tak lagi berakhir di tempat pembuangan, melainkan kembali ke siklus produksi sebagai produk baru yang bermanfaat.

Lebih dari itu, Budi membuka pintu bagi warga sekitar dan komunitas pemuda untuk ikut belajar, mempraktikkan teknik daur ulang, serta menanamkan semangat green innovation, bahwa menjaga bumi bisa dimulai dari kreativitas dan kepedulian sederhana di lingkungan sendiri.

Tentu saja upayanya tidak mudah. Awal Budi Sugiarto bergerak, banyak kalangan yang mencibirnya. Ada yang bilang percuma, ada pula yang menertawakan idenya. Tapi Budi terus berjalan. Ia percaya bahwa perubahan besar selalu dimulai dari satu langkah kecil. Dari kisah yang dilakukannya, saya teringat dengan kutipan sebuah buku yang pernah saya baca.

“Jika tidak bisa melakukan perubahan, setidaknya jangan menjadi perusak.”

Hasil eksperimen yang dilakukan oleh Budi menemukan cara sederhana mendaur ulang styrofoam: ia mencampurkannya dengan bahan pelarut tertentu hingga menjadi cair, lalu mencetaknya kembali menjadi bentuk baru. Dari sanalah lahir produk-produk bernilai guna dan bernilai jual. 

“Styrofoam itu ibarat orang salah paham. Dibuang karena dianggap kotor, padahal kalau diolah, dia bisa jadi berkah.”

– Budi Sugiarto –

Inovasi yang dilakukannya itu tak hanya menyelamatkan lingkungan, tetapi juga membuka lapangan kerja bagi warga sekitar. Anak muda yang dulu cuek terhadap kebersihan kini datang belajar ke tempat Budi, ingin tahu bagaimana cara membuat limbah menjadi peluang.

Kerja keras Budi tidak sia-sia. Budi Sugiarto berhasil mendapat penghargaan dari ASTRA, sebagai salah satu tokoh inspiratif dalam bidang lingkungan. Namun bagi Budi, penghargaan itu bukan tujuan utama yang ingin dicapainya, melainkan pengingat bahwa perjuangan masih panjang. 

“Saya hanya ingin anak-anak nanti tumbuh di bumi yang lebih bersih dari yang kita tinggali sekarang.”

– Budi Sugiarto –

Kata-katanya sederhana, tapi menggetarkan. Di tengah dunia yang sibuk mengejar keuntungan, masih ada orang yang memikirkan masa depan bumi dengan penuh kasih. Proses daur ulang yang dilakukan Budi Sugiarto sesungguhnya sederhana namun penuh makna. Berbekal alat pelebur styrofoam rakitan dan cetakan yang ia buat sendiri, Budi mengolah serpihan limbah putih itu menjadi cairan padat yang kemudian dicetak ulang menjadi pot tanaman, bingkai foto, hingga bahan bangunan ringan.

Kesadaran Menciptakan Aksi

Kisah Budi Sugiarto tersebut membuat saya sadar bahwa ada cara lain untuk menghadapi sampah styrofoam, dan cara tersebut lebih bijak. Saya mulai mengingatkan mahasiswa saya untuk mengurangi pembelian makanan yang menggunakan styrofoam, dan mengajak mereka untuk ikut peduli terhadap sampah anorganik. Ada beberapa ide produk yang bisa kita terapkan untuk mengurangi sampah styrofoam, yaitu :

\

Bata Ringan atau Blok Bangunan Ramah Lingkungan

Cara yang bisa dilakukan yaitu styrofoam dicacah dan dicampur dengan semen serta pasir untuk membuat bata ringan. Kelebihan dari daur ulang ini lebih ringan, tahan air, dan memiliki sifat isolasi panas. Manfaat yang bisa didapat yaitu sebagai alternatif bahan bangunan murah untuk rumah sederhana atau taman.

\

Karya Seni & Dekorasi Rumah

Cara yang bisa dilakukan yaitu styrofoam bekas dikreasikan menjadi lukisan 3D, miniatur, patung kecil, atau hiasan dinding. Target dari daur ulang ini adalah sekolah, galeri seni, atau dekorasi kafe. Manfaat yang bisa didapat yaitu mampu mengasah kreativitas dan mengurangi limbah dari penggunaan styrofoam.

\

Bahan Isolasi atau Alas Duduk Outdoor

Cara yang bisa dilakukan yaitu potongan styrofoam dijadikan pengisi bantal duduk, bean bag, atau alas piknik. Kelebihan dari daur ulang ini adalah tahan air dan ringan. Manfaat yang bisa didapat yaitu produk fungsional yang bisa dijual di pasar rumah tangga atau kegiatan luar ruangan.

\

Bahan Campuran untuk Pembuatan Lem atau Dempul

Cara yang bisa dilakukan yaitu styrofoam dilarutkan dalam bensin/acetone untuk menghasilkan pasta kental (lem plastik). Manfaat yang bisa didapat yaitu bisa digunakan untuk menambal atau menempel bahan non-logam seperti kayu, plastik, atau keramik.

\

Pot Tanaman dan Hidroponik

Cara yang bisa dilakukan yaitu styrofoam bekas wadah makanan untuk membuat pot, netpot, atau wadah hidroponik. Manfaat yang didapat yaitu cocok untuk edukasi sekolah atau urban farming.

\

Bahan Isolator Pendingin atau Pengaman Barang

Cara yang bisa dilakukan yaitu styrofoam bekas diolah ulang menjadi kemasan pelindung barang elektronik atau makanan beku. Manfaat yang bisa didapat yaitu mampu mengurangi kebutuhan produksi styrofoam baru.

\

Mainan Edukatif

Cara yang bisa dilakukan yaitu styrofoam bekas dibentuk menjadi puzzle, balok susun, atau alat peraga edukasi. Target dari hasil daur ulang ini adalah siswa Sekolah PAUD dan SD. Manfaat yang bisa didapat yaitu mampu mendukung pembelajaran kreatif dan kesadaran lingkungan anak.

\

Campuran Cat atau Pelapis Tahan Panas

Cara yang bisa dilakukan yaitu styrofoam cair digunakan sebagai bahan tambahan cat atau pelapis dinding untuk menambah daya tahan panas. Manfaat yang bisa didapat yaitu efisiensi energi untuk bangunan.

Gerakan kecil seperti ini sejalan dengan semangat Astra untuk Indonesia Hijau, yang mendorong masyarakat agar peduli pada lingkungan melalui aksi nyata, bukan hanya “ngomong doang”. Karena menjaga bumi tidak harus menunggu kaya, terkenal, atau berkuasa, cukup dengan niat tulus untuk tidak menambah beban alam. Simpel sekali, bukan?

Perubahan nyata mulai terlihat di sekitar tempat tinggal Budi Sugiarto. Sungai yang dulu dipenuhi limbah kini tampak lebih bersih karena masyarakat mulai memilah sampah styrofoam untuk disetorkan ke bengkel daur ulang milik Budi. Beberapa warga bahkan mendapatkan penghasilan tambahan dari mengumpulkan dan mengolah limbah tersebut, sementara para pemuda setempat aktif bergabung dalam pelatihan daur ulang dan kampanye peduli lingkungan.

Melihat semangat itu, saya langsung tersentuh. Kisah Budi membuat saya memahami bahwa sampah bukan sekadar sisa yang harus dibuang, tetapi sumber daya yang bisa memberi manfaat jika dikelola dengan bijak. Gerakan kecil yang dimulai dari satu orang ini sejalan dengan semangat Astra untuk Indonesia Hijau dan cita-cita Indonesia Emas 2045, di mana masyarakat berperan aktif menjaga keberlanjutan lingkungan sebagai bagian dari pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Dari sinilah saya belajar bahwa perubahan besar selalu berawal dari satu niat tulus untuk berbuat baik bagi bumi.

Pantai di dekat tempat tinggal saya kini tak sebersih yang diimpikan, tapi setiap kali saya melihat satu pot bunga dari styrofoam hasil karya Budi, saya tahu perubahan itu ada dan nyata. Ia mungkin tidak menyelamatkan dunia, tapi telah menyelamatkan satu sudut kecil bumi dengan kerja tangannya.

Jadi, setiap kali melihat styrofoam mengapung, saya tak lagi melihat limbah. Saya melihat peluang-peluang untuk belajar peduli, seperti yang telah dilakukan Budi Sugiarto. Karena peduli lingkungan bukan perkara besar atau kecil, tapi tentang keberanian memulai dari diri sendiri. #APA2025-PLM

*****

Exit mobile version